10 December 2022
dilihat 91x
Mobilku.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum lama ini mengatakan bahwa Indonesia mampu menjadi produsen baterai kendaraan listrik (EV) terbesar di dunia. Hal tersebut lantaran Indonesia memiliki bahan mentah yang melimpah untuk produksi baterai EV, mulai dari nikel, tembaga, bauksit, hingga timah.
"Saya sampaikan kepada Menteri Investasi, tidak usah ke mana-mana mau marketing soal investasi. Mereka yang akan datang ke kita, percaya saya, mereka akan datang ke kita untuk mencari, untuk beli baterai EV kita," kata Jokowi, dilansir dari siaran YouTube Sekretariat Presiden, 2 Desember 2022.
Namun kemampuan Indonesia untuk menjadi negara penghasil baterai EV terbesar di dunia masih sangat dipertanyakan. Menurut Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKB Syaikhul Islam, selama ini pemerintah sudah gembar-gembor untuk menjadi produsen baterai listrik, namun nyatanya Indonesia tidak memiliki salah satu bahan pembuatan baterai, yakni Lithium.
"Terus terang saja saya pribadi agak pesimis ya. Bagaimana mau jadi produsen besar jika lithiumnya impor, semakin besar produksi, semakin besar impornya," kata Syaikhul Islam dalam Rapat Kerja bersama Menteri Perindustrian, Kamis, 8 Desember 2022.
Jokowi pun mengakui bahwa Indonesia memang tidak memiliki lithium untuk pembuatan baterai kendaraan listrik. Namun orang nomor satu di Indonesia tersebut mengakalinya dengan cara mengimpor lithium dari Australia. "Membangun ekosistem EV baterai kita hanya kurang lithium, nggak punya. Saya kemarin sudah sampaikan ke Prime Minister Albanese (Perdana Menteri Australia), Australia punya lithium, kita boleh beli dong dari Australia," ucap Jokowi.
Menanggapi pesimisme Syaikhul terhadap produksi baterai EV di Indonesia, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai bahwa dalam memproduksi baterai EV, kebutuhan lithium ini terbilang rendah. Isu impor itu bahkan tidak akan menghambat Indonesia untuk menjadi produsen baterai nomor satu di dunia.
"Baterai itu ada tiga, baterai nikel, non-nikel base, sama fuel-cell itu hidrogen. Kalau nikel base, benar harus ada lithium. Kebutuhan untuk lithium secara proporsional untuk memproduksi baterai itu sekitar 3 sampai 7 persen, yang lain-lain itu Kobalt, mangan, yang semuanya kita punya, jadi mau nggak mau kita harus impor lithium," jelas Agus.
0 Komentar
Tambah Komentar